Garam merupakan komoditi yang sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Desa Les merupakan desa penghasil garam tradisional di Kabupaten Buleleng. Keadaan geografis Desa Les yang dekat dengan pantai menjadi salah satu faktor pendorong bagi masyarakat sekitar untuk melakukan usaha produksi garam.
Aspek tataniaga merupakan hal penting dalam mendukung peningkatan pendapatan petani garam. Panjang pendeknya saluran tataniaga mempengaruhi banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dan besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran tataniaga garam
Â
Struktur pasar, perilaku pasar garam, dan efisiensi tataniaga garam.
Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Responden penelitian berjumlah 20 orang, terdiri dari 10 orang petani dan 10 orang lembaga tataniaga. Penentuan responden petani menggunakan metode Simple Random Sampling sedangkan penentuan jumlah responden lembaga tataniaga menggunakan teknik Snowball Sampling.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat empat saluran tataniaga yang terlibat. Struktur pasar garam mengacu pada struktur pasar oligopoli. Saluran tataniaga tingkat 0 merupakan saluran terpendek dan paling efisien dengan margin tataniaga sebesar Rp. 0/kg dan farmer’s share sebesar 100% hal ini disebabkan karna tidak adanya lembaga tataniaga yang terlibat. Rasio keuntungan dan biaya terbesar ada pada saluran 2 yaitu sebesar 1,8.
Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (2017), Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17.499 pulau dari Sabang hingga Merauke. Luas total wilayah Indonesia sebesar 7.810.000 km2 yang terdiri dari 2.010.000 km2 daratan, 3.250.000 juta km2 lautan, dan 2.550.000 km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Keadaan perairan Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan menyimpan banyak potensi yang diharapkan mampu menjadi salah satu sektor pembangunan nasional. Potensi perairan laut yang dapat dimanfaatkan masyarakat Indonesia salah satunya adalah garam.
Garam adalah komoditi yang sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan di
Indonesia karena dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Tubuh manusia membutuhkan asupan garam yang cukup dan keberadaanya tidak dapat disubsitusikan.
Garam diperlukan oleh tubuh manusia sebagai mineral yang harus tercukupi dengan seimbang (Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, 2016).
Garam konsumsi nasional hanya dapat diserap sebagian sedangkan sebagian kebutuhannya
masih dipenuhi garam impor.
Kegiatan impor garam ini sangat memberatkan petani lokal karena mengakibatkan harga garam petani menjadi lebih murah. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (2016), daerah produsen garam di Indonesia diklasifikasikan menjadi daerah sentra dan daerah penyangga.
Provinsi Bali merupakan daerah penyangga garam yang juga mempunyai kontribusi yang penting sebagai penyedia garam konsumsi.
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten yang memproduksi garam terbesar di Bali.
Sebagian daerahnya berupa pesisir dengan panjang pantai mencapai 157,05 km dengan
aneka ragam kekayaan lautnya (Badan Penelitian, Pengembangan, 2021). Sebagian penduduk di Kabupaten Buleleng yang tinggal di dekat daerah pesisir menjadikan usahatani garam sebagai salah satu mata pencaharian utama.
Desa Les merupakan salah satu desa penghasil garam tradisional di Kabupaten Buleleng.
Produksi garam sudah dilakukan secara turun-temurun sehingga banyak masyarakatnya menggantungkan hidupnya menjadi petani garam.
Keadaan geografis Desa Les yang berdekatan dengan pantai menjadi salah satu faktor pendorong bagi masyarakat Desa Les memanfaatkan air laut untuk diolah menjadi garam. Petani garam di Desa Les memiliki ciri khas tersendiri dalam memproduksi garam. Produksi garam di Desa Les mempergunakan unsur tanah. Garam yang dihasilkan petani di Desa Les putih, halus, dan bersih. Petani garam di Desa Les dalam
Â
proses produksi garam sangat tergantung pada iklim dan cuaca karena pembuatan garam sangat bergantung pada sinar matahari dan angin.
Besarnya potensi produksi garam yang dimiliki Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten
Buleleng tidak langsung membuat petani sejahtera. Produksi garam yang tidak menentu yang dipengaruhi oleh cuaca dan harga garam yang berfluktuasi mengakibatkan petani kurang
sejahtera.
Menurut Nahraeni et al (2019), kurangnya informasi pasar juga membuat posisi tawar petani sangat rendah sehingga petani hanya berperan sebagai penerima harga (price taker).
Salah satu komponen pendapatan petani produsen garam sangat tergantung pada harga jual garam. Sering terjadi harga di tingkat petani produsen rendah, namun pada di tingkat konsumen
melambung tinggi.
Fenomena ini yang menyebabkan ketidakadilan harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir. Penggunaan saluran tataniaga yang tidak efisien karena banyak biaya yang tercecer pada lembaga tataniaga yang terlibat akan berdampak merugikan petani produsen.
Baca Juga https://rakyat.id/gaya-hidup-zero-waste/
Panjang pendeknya sebuah rantai tataniaga akan mempengaruhi waktu dan besarnya biaya tataniaga. Besarnya biaya tataniaga mengakibatkan semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Apabila margin tataniaga semakin besar maka akan menyebabkan harga yang diterima petani menjadi semakin kecil, hal ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga tidak efisien.
Menganalisis sistem tataniaga menjadi sangat penting diteliti untuk memberikan gambaran mengenai tataniaga dalam sektor pergaraman. Penelitian ini akan memberikan rujukan pada petani agar dapat menyalurkan produknya dengan efisien dan dapat bersaing di pasaran dan
sebagai masukan kepada pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait penggaraman sehingga dapat menyejahterakan petani garam.
Â
Â
Â