167
Hola ! Pembaca rakyat.id, kita masih dalam keadaan membaca bersama terkait tokoh R.A Kartini.
Pendidikan adalah pilar utama dalam pemikiran Raden Ajeng Kartini, yang ia anggap sebagai kunci untuk membebaskan perempuan dan memajukan masyarakat. Berikut adalah inti pemikiran Kartini tentang pendidikan:
1. Pendidikan sebagai Alat Emansipasi Perempuan
Kartini melihat pendidikan sebagai sarana utama untuk mengangkat derajat perempuan, yang pada masanya terkungkung oleh tradisi patriarkal seperti pingitan, kawin paksa, dan poligami. Ia percaya bahwa tanpa pendidikan, perempuan tidak dapat mengembangkan potensi intelektual, moral, atau sosialnya. Pendidikan bagi Kartini bukan sekadar membaca dan menulis, tetapi juga pembentukan karakter, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk mandiri.
“Berikan kepada kami pendidikan, bukan untuk menjadi laki-laki, tetapi untuk menjadi manusia yang utuh, yang dapat berdiri sendiri dan berpikir sendiri.”
Ia memperjuangkan akses pendidikan bagi perempuan dari semua lapisan sosial, terutama perempuan Jawa yang sering dikurung dalam sistem feodal dan tidak memiliki hak atas pengembangan diri.
2. Pendidikan untuk Persamaan dan Keadilan Sosial
Kartini memahami bahwa pendidikan tidak hanya penting untuk perempuan, tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan egaliter. Ia mengkritik sistem sosial yang membatasi akses pendidikan berdasarkan jenis kelamin, kelas sosial, atau status ekonomi.
Dalam visinya, pendidikan harus merata, sehingga rakyat kecil—baik laki-laki maupun perempuan—dapat memiliki kesempatan untuk maju. Ia melihat pendidikan sebagai cara untuk memutus rantai kemiskinan dan ketidakadilan.
3. Pendidikan Holistik
Kartini tidak hanya menginginkan pendidikan formal (seperti membaca, menulis, atau keterampilan praktis), tetapi juga pendidikan yang mencakup nilai-nilai moral, estetika, dan intelektual. Ia terinspirasi oleh gagasan humanisme Eropa, yang menekankan pentingnya pengembangan individu secara utuh. Ia ingin perempuan dididik untuk menjadi ibu yang cerdas, istri yang setara, dan anggota masyarakat yang berkontribusi.
Ia juga menekankan pentingnya pendidikan keterampilan praktis, seperti kerajinan tangan, untuk memberikan perempuan kemandirian ekonomi.
4. Visi Praktis: Sekolah untuk Perempuan
Kartini bermimpi mendirikan sekolah khusus untuk perempuan, tempat mereka bisa belajar tanpa tekanan tradisi atau ekspektasi sosial. Ia mulai mewujudkan ide ini dengan mengajar anak-anak perempuan di lingkungannya, mengajarkan membaca, menulis, dan keterampilan seperti menjahit.
Setelah kematiannya, visinya dilanjutkan oleh keluarga dan pendukungnya melalui pendirian Sekolah Kartini, yang menjadi simbol perjuangan pendidikan perempuan di Indonesia.
5. Tantangan dan Konteks
Sebagai perempuan priyayi di era kolonial, Kartini menghadapi banyak rintangan. Sistem pingitan membatasi aksesnya sendiri ke pendidikan formal, sehingga ia belajar secara otodidak melalui buku-buku dan korespondensi dengan sahabat-sahabat Belandanya. Ia juga menyadari bahwa pendidikan untuk perempuan sering ditentang oleh masyarakat feodal yang memandang perempuan terdidik sebagai ancaman terhadap tatanan tradisional.
Meski begitu, ia tetap optimistis bahwa perubahan melalui pendidikan adalah mungkin, meski memerlukan waktu dan perjuangan.
6. Relevansi Pemikiran Kartini
Pemikiran Kartini tentang pendidikan tetap relevan hingga kini, terutama dalam konteks upaya mencapai kesetaraan gender dan akses pendidikan universal. Ia menekankan bahwa pendidikan bukan hanya hak, tetapi juga tanggung jawab untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Fokusnya pada pendidikan perempuan sebagai fondasi kemajuan sosial menjadi inspirasi bagi gerakan emansipasi dan pendidikan di Indonesia.
Semoga bermanfaat bacaan ini untuk para generasi muda/mudi.
——————————–
[rakyat.id]