Merayap dalam senyap lalu gelap tak terlihat
Berdiri tegak tak bersuara bising, merobek alamÂ
Menjaga hasil masuk ke hutan, menjarah isi lalu pulang tak meninggalkan jejakÂ
Menerobos papan larangan
Â
Para penjaga leluhur menatap dari ketinggian
Larangan adat tak berdengungÂ
Suara alam memanggil roh
Terbawa angin, aroma bungaÂ
Â
Pohon Kelapa Sawit 1848 sampai kini
Entah bagaimana nasibnya di Pantai Guinea
Berdiri mewah di Sungai Liput, Pulau Raja
Mauritius berikan kenangan pada dunia
Â
Mesin perusahaan besar mulai takutÂ
Izin perjanjian tak lagi terpakai lusuh
Dari depan halaman sampai pintu belakang
Tak terbaca, robek, palsu , tergelak di meja diskusi
Â
Kata-kata perjanjian melayang,Â
Kantong cukong terkembang
Tak cukup disimpan dalam gentong
Penguasa baru hadir berkata lantang
Â
Jumlah lahan hijau
Suara îsi hutan
Warna bunga sambut sinar pagi
Para binatang meloncat belajar ilmu beladiri
Â
Tak lagi punya tempatÂ
Tak lagi bersuaraÂ
Tak lagi bergembira
Tak lagi ada peduli
Â
Berapa banyak hutanÂ
Berapa banyak kebun
Berapa banyak pertanian
Berapa banyak jumlah luas pohon kelapa sawitÂ
Â
Musim ke musim , banyak warna berubah menjadi kelamÂ
Pohon buah hilang menjadi tulisan sejarah
Bunga – bunga menjauh dari indera penciuman
Binatang menjadi fosil, hidup terlantar berdiri tegak memandang tempat tinggal
Â
Mereka matiÂ
Mereka pergi
Mereka kelaparan
Mereka kehilanganÂ
Â
Meninggalkan urutan rantai makanan
Meninggalkan pesanÂ
Meninggalkan rutinitas alam
Meninggalkan kenangan lalu tak kembali
Â
Selamat datang atas nama kesejahteraanÂ
Selamat datang atas nama produksi
Selamat datang atas nama keuntungan negeri
Selamat datang atas nama kebermanfaatanÂ
Â
Tanda alam tidak selalu berbicara masa depan
Potensial selalu diikuti kata sial
Analisis hanyalah perencanaan angka, selalu bisa mendesis
Perubahan alam, kuasa dan lihat kekuatannya akan datang.
Penulis: [MoC]
[rakyat.id]