Aloha ! Pembaca Rakyat.id.
Rasa Manis merupakan sifat alamiah dari perasaan lidah terhadap hari istimewa, peristiwa hati, hari dan waktu yang tak akan terulang lagi pada suasananya. Merupakan harapan setiap waktu, impian masa depan, pengingat kejadian, kejutan , obrolan, kesenangan tanpa banyak kesedihan.
Banyak kue favorit, bisa saja memilih untuk tidak manis, tetapi biasanya rasa itu akan terpinggirkan sejenak. Bukan berarti tersesat tanpa rasa apapun, hingar bingar pujian, ucapan selamat , suara lantang, lalu menjadi nyanyian.
Serta sorak pengisi rasa manis kenangan, banyak pilihan favorit untuk dijadikan kejadian ini lebih menarik, chocolate cake, red velvet, black forest, cheese cake dan Ice Cream Cake.
Semuanya mempunyai rasa otentik, tetap sama cara memakannya, buka mulut dan biarkan indera perasa mengecap aneka kenikmatan , menjelajah di rongga mulut, penuh aneka macam rasa. “Tuntutan rasa” ramuan penting untuk semua peristiwa menjadi lebih enak, hal tersebut kodratnya mengikat pada setiap kue ulang tahun, warna, pilihan tambahan, buah potong,manis atau tidak, kekinian, klasik, simple. elegan, mewah, unik dan Estetik.
Banyak lilin terbakar, bukan berarti melihat tanda umur sedang membentuk bayangan, merangsek ke dalam kegelapan.
Api lilin itu menerobos warna gelap menjadi lebih bermakna, menuntut, harapan dan bergerak dalam aksi protes terhadap warna gelap pekat. Sebelum lampu dinyalakan, ruangan dimatikan, suara tidak lagi terdengar, lalu hanya perintah agar pesta pora tetap berlanjut.
Apakah ini merupakan perayaan atau pembungkaman berudara, memberi terang, bersikap dalam inspirasi . Jangan lupakan “Pematik Api” dalam acara pesta perayaan bersuara, karena tidak akan berkesan ketika diam. Tawa, canda, kesedihan, kritik, hanya membentur ruang gelap lalu bisu.
Terdengar sorak -sorai suara demonstran dari luar jendelaku, “ Bisakah kalian buka semua jendela ruangan kantor kita ?,” Mereka berteriak, satu suara, menembus batas harapan, rapih membuat barisan, derap langkah yang sama, bertempo, berorasi, bersuara lantang. Aku melangkah ke meja pesta, membawa kue ulang tahunku bersama nyala api lilin.
Nyanyian lagu ulang tahunku bersama para demonstran. Satu demi satu kami bernyanyi di ruangan yang sama, langit, udara dan suara yang beriringan, lagu darah juang, buruh tani lalu berderap dan melaju. “ Mari kita bernyanyi bung, untuk hari esok yang lebih baik”.
Terasa ramai suara di dalam kepalaku, mereka ikut bernyanyi bersama, bergetar hati ini, mereka bersatu dalam irama, hari penuh harapan bagi semuanya yang datang , menangis, tak akan pernah kutiup padam lilin dalam ruangan gelap ini.
Biarkan api terus menyala, sampai rasa manis, gurih , kenikmatan akan tercampur oleh kritik, pendapat, solusi, perubahan, perbedaan, tekad, doa serta harapan. Suara corong megaphone, bergetar, membuat jendela-jendela kaca memberikan kabar, bahwa demonstran itu ada, berdiri tegak, bersikap, mempunyai irama, saling bersahutan, melawan ketidakadilan, bernyanyi dan memberikan pesan.
BACA JUGA : Cerita Sepotong Roti, Hallo dan Selamat Pagi
Jangan lupakan ramuan rahasia kebersamaan, semangat kebebasan, berpendapat, seperti halnya aku memilih kue ulang tahun di dalam toko. Untuk menentukan makna, penanda, pemandu, pengingat dari perjalanan diriku untuk aku bagikan , untuk aku kenang, untuk aku ambil sebagai rasa esok hari dan nanti.
Aku berucap kembali “ Buka semua kaca jendela, biarkan suara demonstran bergema di dalam ruangan ini” ungkap ku. Para undangan berpikir, apa yang sedang terjadi sekarang ini. Kue ulang tahunku bercampur irama kebebasan, semangat perubahan, hingar bingar pendapat, persatuan, peradilan, kemakmuran dan jerih payah.
Tanpa perdebatan, aku mencatat 13 tuntutan demonstran, terekam dalam doa dan harapan, kemajuan, kerakyatan, kemenangan dan langkah pasti. Semua hal itu merupakan kritik bagi penguasa, rezim, aturan dan peradaban. Peradilan jalan akan selalu hadir , suara demokrasi, kekuatan rakyat, rasa kemanusiaan akan selalu menang, akan selalu ada.
Suara keabadian untuk solidaritas kemanusiaan, ini kue ulang tahunku akan kuberikan juga untuk para demonstran.
“Panjang umur perjuangan” teriak kami dalam ruangan, lalu lilin itu masih akan terus menyala sampai kapanpun di dalam pikiran dan jiwa negeri.
Tak akan pernah padam.
Penulis : [Moc]
Darah Juang : Pada era tahun 1990-an , merupaka lagu populer demonstrasi mahasiswa di era Reformasi 1998 sampai dengan saat ini. Karya dari : John Tobing, seorang mahasiswa di Universitas Gajah Mada.
Lirik Lagu :
Di sini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Tanah kami subur tuan
Di negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah ruah
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Untuk membebaskan rakyat
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berbakti
Buruh Tani : Pada era tahun 1996, karya dari mahasiswa asal Lamongan, Safi’i Kemamang. Lagu ini awalnya berjudul “Pembebasan”.
Lirik Lagu :
Buruh, tani, mahasiswa, rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejaht’ra
Terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa orba
Marilah kawan mari kita kabarkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu tentang pembebasan
Di bawah kuasa tirani
Ku susuri garis jalan ini
Berjuta kali turun aksi
Bagiku satu langkah pasti
Berderap dan Melaju : Lagu wajib Mahasiswa.
Lirik Lagu :
Berderap dan Melaju
Menuju Indonesia baru
Singsingkan lengan baju
Singkirkan semua musuh-musuh
Rakyat pasti menang
Melawan penindasan
Rakyat kita pasti akan menang
Rakyat pasti menang
Rebut Kedaulatan
Rakyat kita pasti akan menang
[rakyat.id]
Baca Juga : https://rakyat.id/segelas-teh-hangat-dan-bunga-telang/