Kabupaten Lumajang merupakan suatu wilayah yang mempunyai peninggalan bersejarah atau Cagar Budaya era Klasik atau kerajaan Hindu Budha lebih dari setengah dari 21 Kecamatan yang ada di wilayah tersebut. Jikalau di hitung dengan Cagar Budaya era Kolonial, mungkin hampir seluruh wilayahnya terdapat jejak – jejak Cagar Budaya.
Untuk era pra sejarah sampai klasik, penemuannya telah diawali sejak jaman Kolonial yaitu ketika J. Hageman, seorang misionaris Belanda melakukan perjalanan ke ujung timur Jawa dan pada tahun 1861 sampai di Kawasan Situs Biting.
Ia kemudian melaporkan penemuan tersebut dan oleh Dinas Arkeologi Hindia Belanda(Oudheidkundige Dienst) pada tahun 1920- 1923 dilakukan adanya penggalian awal maupun pemotretan yang dipimpin oleh seorang arkeolog kenamaan saat itu yaitu Van Stein Callenfels yang dibantu oleh administratur A. Muhlenfeld.
Hasilnya dilaporkan bahwa di kawasan situs Menak Koncar yang ada di Desa Kutornon terdapat penemuan besar berupa tembok batu bata yang mesti diteliti lebih mendalam. Kemudian Dinas Arkeologi Hindia Belanda pada sekitar tahun 1941-an melakukan pemugaran-pemugaran awal terhadap situs Candi Agung di Desa Randuagung.
Pada masa kemerdekaan, survey terhadap peninggalan bersejarah di Lumajang terus berlanjut meski ahli purbaka yang ada masih terbatas. Dalam laporan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1954 dilaporkan ada penemuan batu bertulis di daerah Pasrujambe, Kabupaten Lumajang. Namun karena minimnya ahli epigrafi saat itu maka laporan tersebut hanya berisikan informasi lapangan terkait adanya 16 batu bertulis.
Penelitian yang intens dari para ahli purbakala (arkeolog) dilakukan pada tahun 1980-an oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta untuk menggali informasi terhadap tembok batu bata kuno di Desa Kutorenon Kecamatan Sukodono atau yang dikenal dengan sebutan Kawasan Situs Biting dewasa ini.
Penelitian terhadap Situs Biting sendiri dilakukan sampai 12 tahap sejak tahun 1982 – 1991. Pada tahun 1990-an penelitian terhadap peninggalan bersejarah di Kabupaten Lumajang dilakukan kembali oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan kemudian juga diulangi lagi oleh inventarisasi oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur pada tahun 1995.
Namun sayangnya keperdulian para peniliti ini belum bersinergi dengan kesadaran masyarakat maupun kemauan politik dari pemerintah. Pada rentang waktu tahun 1960-an sampai sekarang ini banyak peninggalan bersejarah yang ada di Kabupaten Lumajang yang menjadi korban pencurian dam penjarahan untuk diperjual-belikan dan kemudian perusakan oleh orang – orang dengan tendensi keagamaan tertentu.
Penjarahan yang berujung perusakan Candi Agung di Kecamatan Randuagung, perusakan Lingga Yoni di Candipuro karena dianggap menyembah batu dan perhancuran Arca Nandi yang merupakan hewan suci kendaraan Betara Syiwa di Kunir pada tahun 2000-an maupun pencurian Lingga Yoni 2 bulan lalu di Yosowilangun.
Disamping perusakan yang sifatnya insidentil oleh peseorangan atau sekelompok masyarakat, ada juga perusakan yang sifatnyasistematisdanmasif.
Pada tahun 1995 ijin prinsip proyek pembangunan perumahan di Dusun Biting dikeluarkan. Pada tahun 1996 pembangunan perumahan yang merusak area situs dimulai dengan adanya pembangunan jalan yang banyak mengangkat struktur batu bata di kawasan yang pernah di teliti secara intensif oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta.
Banyak protes dilakukan terhadap pembangunan perumahan oleh pengembang tersebut, namun semuanya tidak digubris sehingga perusakan areal situs ini berjalan secara masif di kawasan sekitar 15-an hektar tersebut.
Pada akhir tahun 2010 kemudian muncul sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Masyarakat Peduli Majapahit Timur (MPPM Timur) yang bertujuan untuk menyelamatkan Kawasan Situs Biting supaya terhindar dari kerusakan yang lebih parah.
Lembaga Swadaya Masyarakat ini kemudian di dukung oleh sekelompok mahasiswa yang menamakan diri Komunitas Masyarakat Peduli Lumajang (KMPL) dan berbagai elemen masyarakat maupun pemuda dan pelajar di Lumajang, dukungan para pelestari di seluruh Indonesia termasuk Paguyuban Arya Wang Bang Pinatih (AWBP) yang merupakan keturunan Arya Wiraraja dari pulau Dewata dan tidak ketinggalan para netizen dari seluruh penjuru tanah air.
Perjuangan penyelamatan Kawasan Situs Biting ini berjalan naik turun selama bertahun – tahun sampai kemudian memuncak pada tahun 2013.
Setelah perjuangan yang cukup intens untuk menyelamatkan Kawasan Situs Biting sejak tahun 2011 dan kemudian terjadi gencatan senjata pada sekitar tahun 2012-an karena pihak pengembang mengendorkan pembangunan perumahan.
Tahun 2013 cerita tentang pelestarian peninggalan bersejarah atau Cagar Budaya di Kabupaten Lumajang sedang mengalami ujian dan cobaan yang dahsyat. Pada awal Januari 2013 tiba – tiba pihak pengembang melakukan pembangunan perumahan kembali dengan melakukan “pembuldozeran” yang menyebabkan banyak artefak terangkat ke permukaan dan hancurnya dinding benteng sebelah barat.
Namun kekuatan dari pelestari setelah berlangsung 2 tahun sudah mulai compang – camping dikarenakan ada yang mulai berkarir di berbagai bidang dan juga perbedaan pendapat dalam menghadapi serangan baru tersebut. Pada awal tahun 2013, praktis para pelestari masih diam dan belum bersikap sehingga baru pada Juni kami melakukan protes terbuka.
Perusakan Kawasan Situs Biting oleh pengembang belum mendapatkan pemberitaan sehingga teman – teman pelestaripun menunggu momen yang tepat. Baru pada tanggal 14 Juni 2013 bertepatan dengan peringatan “Hari Purbakala” para pelestari Cagar Budaya keluar kandang, turun ke jalan di pusat kota Lumajang untuk membagi bunga pertanda kecintaan kami terhadap Situs Biting yang perlu diselamatkan.
Dengan kekuatan seadanya karena perbedaan pandangan dalam menyikapi perusakan situs ini memang jalan yang ditempuh agak berat. Bahkan ada beberapa pelestari yang sudah menyatakan keluar dari lembaga pelestarian yang di bangun bersama – sama.
Pada minggu pertama bulan Oktober 2013 ada penemuan baru berupa Candi di Desa Kedungmoro Kecamatan Kunir. Pihak pemerintah Kabupaten secara intens mengawal penemuan tersebut yang kemudian diikuti oleh hampir semua media yang ramai memberitakan.
Bersamaan dengan pemberitaan yang luar biasa ini animo masyarakat untuk melihat penemuan Candi ini juga besar sekali. Ratusan dan bahkan ribuan orang setiap hari datang mengunjungi situs.
Masyarakat setempat dan juga para pemudanya menyambut kedatangan masyarakat ini dengan senang hati dan melayani dengan baik. Masyarakat kemudian menamakan situs ini Candi Betari Durgo sesuai nama Desa kuno di wilayah ini sebelum terpecah yaitu “Durgowok”.
Disamping itu ada relief seorang perempuan yang ada di goresan batu bata Candi dan juga berbagai penemuan bersifat Syiwa yang ada di wilayah ini. Bagi masyarakat, Betara Syiwa atau Betara Guru yang merupakan pimpinan para Dewa seperti yang ada di pewayangan beristrikan Betari Durgo.
Para pelestari Cagar Budaya yang sedang menyelamatkan Kawasan Situs Biting pun bangga menyaksikan fenomena ini namun masih belum bisa mengambil tindakan secara intensif karena masih disibukkan oleh perusakan Kawasan Situs Biting yang semakin menghebat.
Perusakan Kawasan Situs Biting terus belangsung, dinding benteng terus digerus dan para pelestari Cagar Budaya sedih melihat perusakan ini. Pada tanggal 7 Oktober 2013 para pelestari Cagar Budaya dari LSM maupun mahasiswa melakukan aksi ke kantor Pemerintah Kabupaten Lumajang untuk menyuarakan penghentian perusakan kawasan bekas ibu kota Arya Wiraraja yang dikenal sebagai Situs Biting tersebut.
Karena belum ada respon yang baik saat itu, aksipun dilakukan kembali pada 22 Oktober 2013 ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lumajang yang kemudian disikapi dengan baik sehingga keluar Surat Bupati Lumajang pada tanggal 24 Oktober 2013 terkait penghentian sementara pembangunan perumahan oleh pihak pengembang.
Disamping secara intern mulai ada perpecahan, dari pihak pemerintah saat itu juga sedang giatnya menggelindingkan wacana “pembangunan Museum Daerah”.
Pada sekitar bulan Agustus 2013 diadakan pertemuan terkait pendirian Museum Daerah. Teman – teman dari LSM MPPM Timur yang sedang intens menyelamatkan Kawasan Situs Bitingpun menolak ajakan untuk ber-partisipasi dalam pendirian Museum Daerah tersebut sebelum perusakan Kawasan Situs Biting dihentikan dan menyatakan “Wolk Out” dalam pertemuan ini karena tidak ada kesamaan pandangan.
Setelah penghentian pembangunan perumahan oleh pengembang karena ada larangan dari Bupati Lumajang, maka teman-teman pelestari mempunyai nafas sejenak untuk memikirkan pelestarian di Situs Candi Betari Durgo.
Pada akhir Desember tahun 2013 teman – teman pelestari sempat mengadakan berbagai acara berupa pagelaran kesenian Jaran Kencak dan Tari Ujung di situs tersebut. Event kedua di Situs Candi Betari Durgo ini kemudian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 dengan mengadakan acara Kemah Budaya dan menghadirkan kesenian Jaran Kencak.
Dalam perkembangan selanjutnyateman – teman
pelestari
terusmembina hubungan baik dengan masyarakat di sekitar Situs, namun alangkah sedihnya ketika mendengar gugusan Candi yang luar biasa ini terlantar.
Semoga ke depan ada perhatian dari pemerintah karena situs ini begitu penting untuk menguak sejarah Lumajang yang terlupakan.
Sejarawan: Mansoer Hidayat
Penulis: Mansoer Hidayat
Sumber & Foto: www.masmansoer.com
[RID/fiq]